Soekartawi (2001) menyatakan,
agroindustri dapat diartikan dua hal, yaitu: 1) agroindustri adalah industri
yang berbahan baku utama dari produk pertanian dengan menekankan pada manajemen
pengolahan makanan dalam suatu perusahaan produk olahan dimana minimal 20% dari
jumlah bahan baku yang digunakan adalah pertanian; 2) agroindustri adalah suatu
tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian tetapi
sebelum tahapan pembangunan industri.
Agroindustri memiliki peranan strategis
dalam upaya pemenuhan bahan kebutuhan pokok, perluasan kesempatan kerja dan
berusaha, pemberdayaan produksi dalam negeri, perolehan devisa, pengembangan
sektor ekonomi lainnya, serta perbaikan perekonomian di pedesaan. Hal ini disebabkan
oleh karakteristik dari industry ini yang memiliki kaunggulan komparatif berupa
penggunaan bahan baku yang berasal dari sumberdaya alam yang tersedia di dalam
negeri (Direktorat Jenderal IKAH,2004).
Ada dua alasan utama kenapa agroindustri
ini penting, yakni: 1) Agroindustri mampu mentransformasikan keunggulan
komparatif menjadi keunggulan bersaing (kompetitif), yang pada akhirnya akan
memperkuat daya saing produk agribisnis Indonesia. Sebab, jika hanya
mengandalkan komoditas primer, kita akan senantiasa berperan sebagai penerima
harga (price taker) khususnya dalam
pasar internasional; 2) Agroindustri mampu menciptakan dan menahan nilai tambah
sebesar mungkin di dalam negeri, serta mendiversifikasi produk dengan
mengakomodir preferensi konsumen baik yang berkembang di dalam negeri maupun di
pasar internasional. Karena itu, pengembangan agribisnis perlu diarahkan pada
pendalaman struktur agroindustri yang lebih ke hilir yang mengolah hasil
pertanian menjadi produk olahan, baik berupa produk antara (intermediate product), produk semi-akhir
(semi-finished product), maupun
produk akhir (final product)
(Saragih, 2003).
Peran agroindustri sebagai suatu
kegiatan ekonomi yang diharapkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan masih
sangat relevan dengan permasalahan ketenagakerjaan saat ini, terutama beban
sektor pertanian yang menyerap sekitar 46 persen dari total angkatan kerja dan
adanya indikasi tingkat pengangguran terbuka dan terselubung semakin meningkat
(Rusastra et al.,2005). Peranan agroindustri bagi Indonesia yang saat ini
sedang menghadapi masalah pertanian (Simatupang dan Purwoto, 1990) antara lain
adalah: (1) menciptakan nilai tambah hasil pertanian didalam negeri; (2)
menciptakan lapangan pekerjaan, khususnya dapat menarik tenaga kerja dari
sektor pertanian ke sektor industry hasil pertanian (agroindustri); (3)
meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil agroindustri;
(4) memperbaiki pembagian pendapatan; dan (5) menarik pembangunan sektor
pertanian.
Pentingnya agroindustri harus menjadi
landasan Indonesia untuk mengembangkan sektor pertanian yang sekarang masih
tradisional dan menjual bahan mentah tanpa melakukan nilai tambah. Tetapi
dengan kondisi pertanian yang seperti ini terjadi kendala-kendala untuk
pengembangan agroindustri menurut Deperindag (2000 dan 2005) adalah sebagai
berikut: (1) bahan baku komoditas pertanian belum dapat mencukupi kebutuhan
industry pengolahan secara berkesinambungan; (2) kemampuan sumberdaya manusia
(SDM) yang terbatas dalam penguasaan manajemen dan teknologi menyebabkan
rendahnya efisiensi dan daya saing produk agroindustri; (3) Investasi dibidang
agroindustri kurang berkembang, antara lain karena masih adanya ketidakpastian
iklim usaha dan kebijakan yang konsisten, perolehan bahan baku, prasarana dan sarana,
tenaga kerja yang berkualitas dan pemanfaatan lahan usaha yang sesuai dengan
hak guna usaha (HGU) dan rencana umum tata ruang (RUTR), serta sumber dana
investasi dalam negeri terbatas; (4) lembaga keuangan masih menerapkan
preferensi suku bunga yang sama antara sektor pertanian, kehutanan, industry
dan jasa sehingga kurang aktraktif bagi investor untuk berusaha di bidang
agroindustri; (5) informasi peluang usaha dan pemasaran belum memadai; (6)
masih adanya kesenjangan pengembangan wilayah; (7) homogenitas kebijakan
pembangunan; (8) belum terciptanya sinergi kebijakan yang mendukung iklim
usaha; (9) kurangnya sarana dan prasarana transportasi; (10) kemitraan usaha
dan keterkaitan produk antara hulu dan hilir belum berjalan baik; (11) masih
kurangnya penelitian dan pengembangan teknologi; (12) ketergantungan pada
lisensi produk dan teknologi dari luar negeri.
Implikasinya, pengembangan agroindustri
harus lebih ditingkatkan. Ke depan pengembangan agroindustri diarahkan untuk
mengatasi permasalahan pengangguran untuk menyerap kelebihan tenaga kerja
sektor pertanian dan pengentasan kemiskinan. Dengan demikian, agroindustri yang
harus dikembangkan adalah agroindustri skala kecil atau rumah tangga yang harus
ditopang oleh agroindustri berskala besar dengan bentuk kemitraan. Untuk itu
diperlukan komitmen pemerintah yang kuat dalam bentuk kebijakan-kebijakan
politik yang mendukung iklim usaha yang baik, dan perbaikan sarana dan
prasarana khususnya infrastruktur, serta penelitian dan pengembangan
teknologi-teknologi baru dalam hal proses agroindustri.
Pada intinya perlu adanya perbaikan
kebijakan yang komprehensif dari penyediaan bahan baku sampai pemasaran produk
pertanian, serta dukungan pengembangan SDM yang berkualitas, teknologi, sarana
dan prasarana khususnya infrastruktur, dan jalinan kemitraan yang kuat antara
agroindustri skala besar/sedang dengan agroindustri skala kecil/rumah tangga.
Kebijakan ini sangat penting untuk segera dilakukan agar agroindustri kita bisa
berkembang dan menjadi sektor penggerak dan solusi bagi masalah-masalah
perekonomian yang sekarang dialami oleh Indonesia seperti pengentasan
pengangguran dan kemiskinan di daerah pedesaan.
jika agroindustri di indonesia di galakkan secra maksimal kesejahteraan masyarakat indonesia pasti terwujud, namun bukan cuma pemerintah yang aktif dalam hal ini semua masyarakat indonesia juga ikut ngambil peran dalam mengembanggakn n memaksimalkan potensi dari indonesia
BalasHapusnuzul.student.ipb.ac.id