Rabu, 26 Juni 2013

KESETARAAN GENDER DALAM PERTANIAN


Secara umum, kesetaraan gender memiliki arti yaitu kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, dll. Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.

            Saya mengangkat isu tersebut untuk kajian sosial karena isu ini terasa penting bagi kelancaran suatu proses usahatani namun seringkali dianggap sepele oleh masyarakat kita. Di satu sisi, memang kesetaraan gender itu harus diperjuangkan karena sekarang masih banyak terjadi diskriminasi gender terutama dalam pertanian. Tapi di sisi lain, memang sudah banyak yang menyerukan kesetaraan gender dalam pertanian namun sepertinya mereka masih belum memahami kesetaraan gender dalam pertanian yang sesungguhnya. Mereka hanya menuntut persamaan posisi/jabatan, jam kerja, serta upah kerja tanpa mempertimbangkan keahlian berbeda-beda yang dimiliki antara pria dengan wanita.
             
Indonesia telah mencapai kemajuan dalam meningkatkan kesetaraan dan keadilan pendidikan bagi penduduk laki-laki dan perempuan. Hal itu dapat dibuktikan antara lain dengan semakin membaiknya rasio partisipasi pendidikan dan tingkat melek huruf penduduk perempuan terhadap penduduk laki-laki, kontribusi perempuan dalam sektor non-pertanian, serta partisipasi perempuan di bidang politik dan legislative.

                Memang saat ini masih terjadi diskriminasi terhadap fungsi wanita dalam mengembangkan pertanian di Indonesia. Wanita dianggap lemah dan kurang kompeten untuk bekerja di lapangan sehingga pada akhirnya standar upah yang diberikan pun jauh lebih kecil dibawah petani lelaki padahal jam kerja dan fungsinya pun tidak jauh berbeda. Seperti contohnya di Desa Pagerraji Majalengka, upah bagi seorang petani penggarap wanita itu hanya sebesar 20 ribu rupiah, sedangkan untuk petani penggarap pria mencapai 35-40 ribu rupiah. Angka tersebut cukup jauh mengingat kerja yang dilakukan antara keduanya hampir sama, karena untuk kerja yang berat seperti membajak sawah itu menggunakan kerbau yang sebenarnya wanita pun bisa menggunakannya. Jadi untuk kasus ini, menurut saya tidak ada alasan untuk membedakan upah antara pria dengan wanita.

            Prinsip-prinsip dalam penelitian sosial-ekonomi pertanian modern adalah efisiensi, kesetaraan dan kesinambungan yang merupakan suatu "guarantee" terhadap paradigma pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development), dengan kata kunci bahwa manusia adalah kunci keberhasilan pembangunan. Disamping itu pendekatan partisipatif adalah model pendekatan yang menjadi trend dimana masyarakat diperankan secara aktif dalam pelaksanaan mekanisme semua aktivitas sosial ekonomi. Tercermin dalam kesamaan kesempatan dan dampak untuk wanita dan pria dalam konteks sosial dan ekonomi.

Pada berbagai kegiatan agribisnis mungkin mengharuskan perempuan diberikan kesempatan khusus untuk menjamin kesamaan akses terhadap berbagai manfaat. Karena sebagian orang memiliki kesempatan yang lebih baik untuk memanfaatkan kesempatan yang ada, maka kita harus mempertimbangkan berbagai hambatan yang ada agar mereka dapat berpartisipasi secara sama. Disinilah pentingnya kegiatan penelitian yang dilakukan secara sistematik untuk mengidentifikasi dan memahami pola pembagian kerja dan kekuasaan antara pria dan wanita. Dalam hal ini pola hubungan sosial keduanya serta dampak/manfaat yang berbeda dari suatu kegiatan-kegiatan pembangunan terhadap pria dan wanita. Metode analisis gender dianggap penting diterapkan dalam proses identifikasi, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pembangunan. Analisis ini dimaksudkan agar sungguh-sungguh dapat dipastikan bahwa pria dan wanita sama-sama berpartisipasi sesuai dengan potensi dan aspirasi, kebutuhan serta kepentingan mereka, serta sama-sama memperoleh manfaat yang adil.

Wawasan gender ini didasarkan atas tiga prinsip yaitu efisiensi, kesetaraan dan sustainabilitas. Pendekatan wawasan gender meliputi komponen analisis yang terdiri atas analisis konteks pembangunan, analisis stakeholders, analisis mata pencaharian, serta analisis kebutuhan sumber daya dan kendala. Tingkatan analisis terdiri atas tingkat makro (nasional dan internasional), tingkat intermediate (sektor) dan tingkat mikro (masyarakat/keluarga). Adapun komponen proses terdiri atas partisipasi, membangun jaringan kerja, pengumpulan informasi dan penyelesaian konflik. Prioritas konsep ini adalah pada kelompok yang kurang beruntung.

Dari berbagai pengalaman pembangunan di negara berkembang, ditinjau dari sisi sumber daya manusia, wanita merupakan kelompok yang kurang beruntung. Mereka umumnya mengalami marginalisasi baik di bidang politik, ekonomi, pengetahuan dan sosial. Peran wanita dalam pembangunan, termasuk pembangunan pertanian kurang nampak diperhatikan termasuk yang terjadi di Indonesia, meskipun lebih dari 60 persen kegiatan pertanian dilakukan oleh wanita. Oleh karena itu disadari perlunya suatu metode agar peran wanita dalam pembangunan menjadi nyata. Dengan konsep ini diharapkan peran wanita dan pria dilihat sama pentingnya sehingga akan terjadi efisiensi, kesetaraan dan sustainabilitas sehingga tercapai kemandirian masyarakat dan dapat dievaluasi apabila setiap kebijakan dari sektor sudah memperhatikan Gender mainstreaming.

            Lalu saya akan mengambil contoh lain tentang kesetaraan gender dalam usahatani yang berbasis agribisnis, namun bedanya contoh ini saya anggap merupakan contoh yang sudah menerapkan kesetaraan gender yang sebenarnya secara adil. Contoh ini diambil dari sistem pembagian tenaga kerja dan sistem pembagian upah pekerja di PTPN VIII Kebun Ciater yang mengolah komoditas teh. Disini wanita dan pria dibedakan posisi kerjanya pada posisi kerja yang memang membutuhkan keahlian khusus dari pria ataupun keahlian khusus dari wanita. Seperti pada pengoperasian alat berat didalam pabrik pengolahan teh yang membutuhkan tenaga besar dan resiko yang tinggi tidak mungkin dibebankan kepada seorang wanita, jadi pada posisi ini tugasnya diberikan kepada pria yang lebih tahan terhadap resiko yang ada. Sebaliknya pada posisi penyortiran ataupun pengkelasan kualitas teh yang membutuhkan ketelitian serta keterampilan tinggi tidak mungkin ditugaskan kepada laki-laki yang umumnya berkarakter kurang teliti dan terampil, maka tugas tersebut diberikan kepada wanita karena secara alamiah wanita lebih teliti dan terampil untuk hal-hal detail dibandingkan laki-laki.

            Tetapi pada posisi yang sekiranya dapat dilakukan oleh kedua gender tersebut secara baik, PTPN VII tidak melakukan perbedaan posisi kerja antara wanita dengan pria. Seperti pada proses pemetikan daun teh, proses tersebut tidak memerlukan keahlian khusus dan bisa dilakukan baik oleh pria maupun wanita.

            Jadi menurut saya, yang telah dilakukan oleh PTPN VIII tersebut merupakan salahsatu contoh kesetaraan gender yang sebenarnya dimana antara pria dan wanita tidak terdapat diskriminasi melainkan hanya spesialisasi pada posisi kerja yang memang membutuhkan keahlian khusus dari salahsatu gender sehingga antara pria dan wanita dapat saling menunjang untuk kelancaran proses usaha tani yang ada.

            Hal ini yang seharusnya dilakukan oleh seluruh pihak yang ada dalam usaha pertanian di Indonesia, baik pelaku usaha berbasis agribisnis maupun petani rakyat seharusnya menyadari arti dari kesetaraan gender yang sebenarnya sehingga antara pria dan wanita tidak saling bersaing dan menjatuhkan tetapi saling melengkapi dalam memajukan pertanian di Indonesia
.
            Kesimpulannya, kesetaraan gender merupakan suatu keharusan dalam segala bidang termasuk pertanian. Namun yang harus menjadi perhatian yaitu tentang arti kesetaraan yang harus dicermati, kesetaraan gender dalam pertanian disini bukan berarti antara pria dan wanita harus melakukan tugas yang sama, melainkan seharusnya pria dan wanita bekerja melakukan tugas yang menjadi spesialisasinya dengan akses yang sama terhadap berbagai manfaat atau fasilitas pada pabrik ataupun suatu usaha tani tersebut.

Sosial Club
Muhammad Linaldi DA (2010)
150610100065

Tidak ada komentar:

Posting Komentar